BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Latar
belakang dibuatnya makalah ini, yaitu pentingnya pengetahuan mengenai
pergerakan nasional Indonesia, namun karena kurangnya pengetahuan Bangsa
Indonesia mengenai hal tersebut.
1.2 Tujuan
Untuk memenuhi nilai IPS.
BAB 2
Budi Utomo
(Boedi Oetomo) adalah sebuah organisasi pergerakan nasional yang paling
berpengaruh di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 Mei 1908
oleh sejumlah mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen)
seperti Soetomo, Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan R.T Ario Tirtokusumo.
Tanggal berdirinya Budi Utomo, 20
Mei 1908 sampai sekarang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional kerena
organisasi ini dianggap sebagai organisasi kebangsaan yang pertama.
Berdirinya Budi Utomo tak bisa lepas dari peran dr. Wahidin Sudirohusodo, walaupun bukan pendiri Budi Utomo, namun beliaulah yang telah menginspirasi Sutomo dan kawan-kawan untuk mendirikan organisasi pergerakan nasional ini.
Wahidin Sudirohusodo sendiri adalah seorang alumni STOVIA
yang sering berkeliling di kota-kota besar di Pulau Jawa untuk mengkampanyekan
gagasannya mengenai bantuan dana bagi pelajar-pelajar pribumi berprestasi yang
tidak mampu melanjutkan sekolah.
Gagasan ini akhirnya beliau
kemukakan kepada pelajar-pelajar STOVIA di Jakarta, dan ternyata mereka
menyambut baik gagasan mengenai organisasi pendidikan tersebut.
Pada hari Minggu tanggal 20 Mei 1908, dihadapan beberapa mahasiswa STOVIA, Sutomo mendeklarasikan berdirinya organisasi Budi Utomo. Tujuan yang hendak dicapai dari pendirian organisasi Budi Utomo tersebut antara lain:
Pada hari Minggu tanggal 20 Mei 1908, dihadapan beberapa mahasiswa STOVIA, Sutomo mendeklarasikan berdirinya organisasi Budi Utomo. Tujuan yang hendak dicapai dari pendirian organisasi Budi Utomo tersebut antara lain:
- Memajukan pengajaran.
- Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan.
- Memajukan teknik dan industri.
- Menghidupkan kembali kebudayaan.
Pada
tanggal 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama
di Kota Yogyakarta yang menghasilkan keputusan :
1. Merumuskan tujuan utama, yaitu
kemajuan yang selaras dengan bangsa dan Negara (taraf hidup). Terutama
memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, dagang, teknik, dan ilmu
pengetahuan serta seni budaya Indonesia.
2. Kegiatan BU terutama ditujukan dalam
bidang pendidikan dan kebudayaan tidak menyangkut politik.
3. Tempat kedudukan pusat perkumpulan
adalah di Yogyakarta.
4. Wilayah gerakannya dipokuskan di
jawa dan Madura.
Di adakannya
kongres yang pertama ini, BU telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota,
yakni Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo.
Pada kongres di Yogyakarta ini, diangkatlah Raden Adipati Tirtokoesoemo (mantan
bupati Karanganyar) sebagai presiden Budi Utomo yang pertama. Semenjak dipimpin
oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak anggota baru BU yang bergabung dari
kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang
memilih untuk menyingkir.
di bawah kepengurusan "generasi tua", kegiatan Budi Utomo yang awalnya terpusat di bidang pendidikan, sosial, dan budaya, akhirnya mulai bergeser di bidang politik. Strategi perjuangan BU juga ikut berubah dari yang awalnya sangat menonjolkan sifat protonasionalisme menjadi lebih kooperatif dengan pemerintah kolonial belanda. Pada tahun 1928, Budi Utomo masuk menjadi anggota PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia), suatu federasi partai-partai politik Indonesia yang terbentuk atas prakarsa PNI Sukarno.
Jika dilihat dari keanggotaannya, Budi Utomo sebenarnya adalah sebuah perkumpulan kedaerahan Jawa. Namun sejak konggres di Batavia tahun 1931, keanggotaan Budi Utomo dibuka untuk semua orang Indonesia. Budi Utomo juga membuktikan diri sebagai sebuah organisasi yang bersifat nasional dengan cara bergabung di PBI (Persatuan Bangsa Indonesia).
penggabungan inilah yang kemudian
membentuk sebuah organisasi baru bernama PARINDRA (Partai Indonesia Raya).
Meskipun
pada masanya Budi Utomo tidak memiliki pamor seterang organisasi-organisasi
pergerakan nasional lain. Namun BU tetap memiliki andil yang besar dalam
perjuangan pergerakan nasional karena telah menjadi pelopor organisasi
kebangsaan. Itulah mengapa hari kelahiran Budi Utomo, 20 Mei diperingati sebagai
Hari Kebangkitan Nasiona
B.
Sejarah
Organisasi Pergerakan Nasional
Sarikat
Islam
Serikat Islam adalah perkembangan
bentuk dari serikat dagang Islam (SDI), di Solo, oleh H Samanhudi dan
kawan-kawan, 16 Oktober 1905. Tahun 1911 oleh haji semanhudi, atas anjuran dari
HOS Colkroaminoto, kata dagang dari SDI dihilangkan dengan maksud agar ruang
gerkanya lebih luas lagi, tidak hanya dalam perdagangan saja.
Adapun factor-faktor yang mendorong
didirikannya serikat Islam antara lain faktor ekonomi yaitu untuk memperkuat
diri menghadapi Cina yang memepermainkan penjualan harga bahan baku batik. Hal
ini terjadi akibat adanya diskriminasi dan eksploitasi dari penjajah, semua
pengalaman yang mengecewakan itu menyebabkan menghalangi perekonomian bangsa
Indonesia, dan akibatnya menimbulkan solidaritas. Solidaritas ini diwujudkan
dalam bentuk reaksi yang diucapkan dan agitasi yang keras terhadap orang-orang
asing, terutama terhadap orang-orang Cina. Karena usaha dagangnya timbullah
rasa benci dari pihak pergerakan nasional Indonesia, seperti SI misalnya,
karena SI memang merupakan manifestasi dari keinginan berdagang. Meskipun
sebutan’dagang’ yang dahulu tercantum pada nama organisasi itu sudah dihapus,
tujuannya yang utama tetap meningkatkan kehidupan ekonomi rakyat dengan
memajukan perdagangan dan melindungi kebutuhan kebutuhan materialnya. Basis agama
memperkuat usaha-usaha ini dan memperluas penyeberannya pada waktu yang singkat
bahkan di beberapa kota tujuan ekonomilah yang yang diutamakan. Usaha-usaha SI
yang bersifat ekonomi menyebabkan organisasi-organisasi lain menjadi lebih
sensitif terhadap masalah-masalah ekonomi.
Kasus diskriminasi tersebut meluap
saat tindakan-tindakan terhadap pedagangan-pedagang di Solo dan Surabaya, yang
dilancarkan oleh pengikut-pengikut SI pada tahun 1912-1913, dilandasi emosi
yang meluap-luap.
Tujuan dari serikat Islam yang lain
adalah mengembangkan jiwa dagang diantara para pedagang-pedagang local yang
masih tabu dan awam dalam melakukan perdagangan dengan cara yang baik dan
professional juga dengan membantu anggotanya yang mengalami kesulitan dalam
usahanya, misalkan saja kesulitan dalam hal-hal financial ataupun kesulitan
pasar. Di sisi lain dengan syarikat Islam yang berideologi Islam merkea juga
tidak ketinggalan untuk mencoba memperbaiki pendapat kalayak ramai yang keliru
memandang agama Islam. Dan mengajurkan anggotanya ataupun public hidup menurut
ajaran agama Islam .
Di sisi lain factor agama yaitu
untuk memajukan agama Islam adalah salah satu tujuan dari SI karena
anggota-anggota inti SI berasal dari kaum pedagang yang memilih agama sebagai
dasar organisasi mereka, inilah sebabnya mengapa mreka berhasil menarik
golongan bawah, yakni kaum petani dan kaum buruh pabrik. Konsep religious
membangkitkan secara besar-besaran sentiment nasional dan membina bentuk
solidaritas yang efektif dan mencakup seluruh aktivitas golongan-gololngan.
Pada tahun-tahun pertama semangat nasional berkobar, dan prestise SI melebihi
pengaruh penguasa tradisional.
Ketika
berkembang dan makin menguatnya aksentuasi politik pada gerakannya, maka SDI
pun berubah menjadi SI yang seperti telah dijelaskan diatas, khususnya setelah
ikut bergabungnya sang pemberontak, Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau (HOS) Tjokroaminoto. Pergerakan
kaum yang sebelumnya terkonsentrasi pada gerakan dagang untuk menekan dominasi
kaum Cina Perantauan dan memberikan keseimbangan secara ekonomi pada kaum Bumi
Putera, kian meluas, dengan titik tekan kepada kehendak melawan kaum imperialis
Eropa. Politik dan kekuasaan menjadi mainstream pergerakan ketika itu.
HOS Tjokroaminoto itulah yang
meletakkan nilai-nilai dasar pergerakan kaum terjajah dengan bertumpu pada
dimensi religiusitas dengan akar keislaman, nasionalisme keindonesian, dan
kerakyatan (demokrasi) bagi kebangunan kaum Bumi Putera (Inlander).
Titik tujuanya adalah kehendak mengenyahkan penjajah Belanda, dan diraihnya
sebuah pemerintahan sendiri yang dipegang, ditentukan, dan dijalankan oleh
bangsa Indonesia secara mandiri. Dari tangan dan pikiran HOS Tjokroaminoto dan
para sejawatnya itu pulalah sentimen kebangsaan tumbuh membangunkan semangat
cinta tanah air yang dikenal dengan idiom masyhur: hubbul wathan minal iman.
Sejak dulu Islam adalah agama mayoritas bangsa ini, sehingga menjadi pas kalau
Islam menjadi perekat dari gezag pergerakan kebangsaan dan kerakyatan di
tanah Nusantara. HOS Tjokroaminoto bersama H Agus Salim amat besar perannya
dalam mendorong kebangunan kaum Muslimin ketika itu.
Islam
dan nasionalisme menjadi hak dua sisi mata uang yang saling mempengaruhi dalam
konteks Syarikat Islam. Dimana syarikat Islam adalah aliran yang berpendirian
bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan serba lengkap yang mengatur segala
kehidupan, termasuk kehidupan bernegara. Lebih jauh aliran ini berpendapat
bahwa umat Islam hendaknya kembali pada sistem politik ketatanegaraan Islam dan
tidak perlu atau bahkan jangan meniru system politik gaya barat. Aliran ini
disebut revivalisme, yaitu suatu paham politik yang menginginkan kebangkitan
Islam lewat praktek politik Islam yang diteladani oleh nabi Muhammad dan
Khulafau al-Rasyidun. Maka dari itu dataran itu pulalah orang dengan berbagai
latar berhimpun dalam perkauman itu, lalu pada gilirannya membentuk pergerakan
baru, mengusung pencitraannya sendiri-sendiri, sebut misalnya Persyarikatan
Muhammadiyah, Taman Siswa, dan sebagainya. Bahkan pada gerakan yang lebih
“menjauh” dari nilai-nilai Islam dengan mendasari pergerakan pada aliran
politik: nasionalisme dan sosialisme, yang kemudian berkembang dan
bercabang-cabang lagi sehingga lengkaplah apa yang disebut tema keberbagaian
(pluralisme) itu. Syarikat Islam sendiri lebih concern pada gerakan politik,
sehingga dunia politik adalah menjadi tak terpisahkan dengan Kaum SI itu
sendiri. Ketika sebagian tokoh merasa kurang sreg dengan garis perjuangan SI,
mereka melakukan tindak mufaraqah dengan mendirikan pergerakan baru.
Adapun kegiatan politik SI semakin
panas ketika terjadinya krisis ekonomi di Hindia Belanda, sebagaimana yang
dipaparkan oleh Ulbe Bosma:
“Islamic movements had already been
active in nineteenth-century Java, and allegedly played a role in the many
rebellions in the countryside. In that respect the early twentieth century
showed a marked contrast in that Sarekat Islam had maintained a fairly cordial
relationship with the Indies government during its first years of existence.
Relations between Sarekat Islam and the colonial government rapidly
deteriorated after the War (world war I)—not because of a process of
“othering,” but as a result of a fierce economic struggle. It was not a time
for politics of identity, but of anti- colonialism in which one could be
communist and Muslim at the same time”
"Gerakan
Islam sudah aktif di Jawa abad kesembilan belas, dan diduga memainkan peran
dalam banyak pemberontakan di
pedesaan. Dalam hal itu awal abad
kedua puluh menunjukkan kontras
ditandai bahwa Sarekat
Islam telah mempertahankan hubungan
yang cukup baik dengan pemerintah
Hindia selama tahun-tahun pertama
keberadaannya. Hubungan antara
Sarekat Islam dan pemerintah kolonial cepat memburuk setelah Perang (perang dunia I)-bukan
karena proses "othering,"
tetapi sebagai hasil dari perjuangan ekonomi sengit. Itu bukan waktu untuk
politik identitas, tetapi dalam anti-kolonialisme mana yang bisa komunis dan
Muslim pada saat yang sama "
Dalam kongres-kongres SI (Serikat
Islam) mereka melancarkan kritik-kritik pedas terhadap situasi sosial-ekonomi
yang menyedihkan: upah yang sangat rendah, kerja paksa, pajak tanah, tanah
partikelir, industri gula, dsb. Sejak kejadian itu, perjuangan ekonomi
memperlihatkan sifatnya sebagai gereakan massa, sehingga oleh karenaya
menstimulasi pengaruh pada pergerakan politik.
Menariknya ada ruang kebebasan yang
sejak awal ditanamkan oleh tokoh-tokoh kunci SI, sehingga konteks mufaraqah
dipandang sebagai sesuatu yang wajar dan alami saja. Inilah yang kemudian
disebut sebagai perpecahan. Maka tema “perpecahan” itu pun seakan menjadi hal
yang lazim saja bagi perkauman ini. SI sendiri sesungguhnya pantas disebut
sebagai “Sekolah Indonesia” di mana orang-orang masuk menjadi kader dan tatkala
telah berilmu cukup mereka lalu bertebaran di muka bumi Nusantara untuk
melakukan proses pemberdayaan diri sesuai bakat dan kemampuan masing-masing.
Sebut pula misalnya Bung Karno yang salah seorang murid terbaik HOS
Tjokroaminoto, kemudian mendirikan PNI.
Menjelang tahun 1921, karena penaruh
kaum buruh pabrik dan proletariat kota, SI menunjukan tanda tanda menuju kea
rah organisasi kaum pkerja.
Krisis SI pada tahun 1921 berakhir
dengan dikeluarkannya ansir-anasir sosialis atas dasar disiplin partai. Tanda
disintegrasi di dalam Si selanjutnya, dan yang sangat mengganggu posisinya,
disebabkan olehadanya kyai-kyai sebagai kelompok social yang konservatif, dan
golongan modern, terutama ygn terdiri atas kaum intelektual yang
mencita-citakan Pan Islamisme.
Karena corak demokratis dan militant
tersebut mendekatkan serikat Islam (cabang-cabangnya) dan para pemimpinnya
kepada ajaran Marxis seperti ISDV (Indische Social Democratische Vereeniging)
yang didirika Snevliet tahun 1914 yang berpaham sosialis. Snevliet melakukan
penysupan-penysupan ke dalam sSI dan berhasil mempengaruhi tokoh-tokohnya
sehingga dampak dari hal tesebut banyak angoota dari SI yang menjadi sosialis
terutama cabang Semarang. Dengan adanya paham itu, petentangan pun tidak dapati
dihindarkan lagi sehingga SI pecah menjadi dua, yaitu SI putih, tetap berpegang
pada dasar-dasar keislaman. Sarekat putih dipimpin oleh Agus Salim dan Abdoe
Moeis. Sedangkan Si merah yang berapaham marxis dibawah pimpinan Semaun dan Tan
Malaka.
DAFTAR PUSTAKA
materi
pembelajaran IPS kelas X halaman 22
0 komentar:
Posting Komentar